Masih sekitar materi hati, berikut ini akan saya ceritakan suatu kisah bahwa sejatinya memaafkan adalah kebutuhan diri kita sendiri bukan kebutuhan orang lain. sehinga kita akan mudah memaafkan sesama umat manusia, sesama ciptaNya.
kisah ini terjadi ketika perang antara Amerika dengan Vietnam di tahun 1957, ada salah satu korban perang bernama Lien (bukan nama sebenarnya). Lien adalah satu satunya korban selamat dalam keluarganya. dia gadis berumur 23th dan menjadi saksi mata atas kematian seluruh anggota keluarganya. tidak hanya itu Lien juga menjadi korban pemerkosaan oleh tentara-tentara Amerika. namun beruntungnya dia tidak dibunuh, dia kemudian dijadikan tawana dan dimasukan ke penjara.
selama dia di penjara, rasa marah, benci dendam selalu merong rong dalam hatinya. dia masih teringat jelas tentara yg memperkosanya dan membunuh ayah ibu dan sodara sodaranya. dalam penjara yg terpikirkan hanya satu yaitu BALAS DENDAM terhadap tentara yg kejam itu. walaupun tiap seminggu sekali ada tim rohaniawan yang berusaha menenangkan para tawanan perang termasuk si Lien namun rasa sakit hatinya benar2 memunihi dan merasuk selurh hati, darah dan dagingnya. Lien tetap sulit untuk MEMAAFKAN orang orang yg telah membantai keluarga tercintanya. sehingga selama dia dipenjara detik demi detik, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun yg dia rasa hanyalah kehidupan yg begitu gelap dan tidak ada rasa kedamain sedikitpun kecuali TEKAD untuk membalas Dendam.
15th dia dipenjara akhirnya dia keluar juga, ketika keluar dia membawa satu misi yaitu membunuh si tentara amerika itu. walaupun terkadang hati nurani membisikan dalam hati kecilnya untuk memaafkannya namun dia tak mau mendengarkannya. sampai suatu saat akhirnya dia menemukan tentara itu disebuah taman. terlihat tentara itu sudah cukup tua dan lemah bersama beberapa cucu cucunya menikmati masa pensiun. namun dia tidak peduli, dengan membawa pisau dia melangkah mendekati sang tentara dan berniat menusukan pesonya tepat di kepala botaknya. namun ketika dia mendekati dan ingin menusuknya tiba tiba dia tersadar bahwa tidak seharusnya masalah ini berlarut larut.
"jika saya melakukan ini tidak akan bisa menyelesaikan masalah justru akan menambah masalah" akhirnya dia tersadar dan sesampainya dia dihadapan tentara itu dia bilang
"pak saya maafkan anda, walaupun anda dulu adalah pembunuh dari seluruh keluargaku dan pelaku pelecehan terhadap diriku, namun anda saya maafkan, saya maafkan, saya maafkan" keluar kata maaf itu dari bibirnya sambil megucurkan air mata, air mata beraneka rasa, antara antara rasa plong memafkan dgn rasa sakit hati yg membekas bertahun tahun.
namun stelah dia memaafkan lama kelamaan ternyata rasa dendam yg dia rasakan selama bertahun-tahun seketika lenyap. perasan yang kelam dan gelap gulita semuanya sirna dan tergantikan dengan rasa damai yang luar biasa dalam batinya dan merasakan aliran cinta kasih sesama manusia. akhirnya dia menyadari bahwa sejatinya MEMAAFKAN adalah kebutuhan diri sendri. untuk kedamain diri sindiri.